FILSAFAT JEPANG
Oleh:
Zainal Anwar, S.Pd
A.
Pendahuluan
Istilah filsafat di negara Jepang disebut Kitetsugaku yang berarti
ilmu mencari kebenaran / kebijaksanaan. Istilah
ini diperkenalkan oleh Nishi Amane (1829-1897) pada tahun 1862. 12 tahun
kemudian ia menyingkat istilah tersebut menjadi tetsugaku. istilah
tersebut digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang dirasakan menguntungkan
jepang, sebagai suatu kondisi yang diperlukan untuk membangun masyarakat modern.
Tetsugaku adalah kata dalam bahasa Jepang untuk filsafat.
Tetsugaku digunakan untuk menggambarkan bahwa orang–orang Jepang terkadang
memilih terhadap hal-hal yang dapat membantu pembangunan masyarakat modern,
terkadang muncul ketidakpercayaan akibat hilangnya spiritualitas dan munculnya
ancaman yang bersifat etnosentris karena mereka tidak terbiasa dengan
hal-hal yang baru.
Keberadaan sejarah filsafat di Jepang tidak cukup untuk membuktikan bahwa
filsafat Jepang cukup dikenal. Dapat dikatakan bahwa filsafat yang ada di
Jepang diadopsi dari filsafat Cina (dan juga mengadopsi dari Barat). Jepang
tidak memiliki filsafat asli.
B.
Sejarah Perkembangan Filsafat Jepang
a.
Buddhisme
Buddhisme merupakan
salah satu sumber-sumber utama filsafat Jepang. Meskipun berasal di India,
Buddhisme tersebar dan disesuaikan dengan budaya yang berbeda, dan itu adalah
Buddhisme Cina yang paling langsung mempengaruhi pemikiran Jepang. (http://imcikiciw.blogspot.com: 2011)
Tokoh utama penyebaran
agama buddha di Jepang adalah pangeran Shotoku Taishi (547-621 M) yang
naik tahta pada 593 M, yang peranannya dalam agama Buddha dapat disejajarkan
dengan Raja Asoka di India. Ia juga menetapkan agama Buddha sebagai
agama negara, menerjemahkan sendiri kitab suci Sadharma Pindarika, Vimalakirti
dan Srimalasutra yang sangat berpengaruh dalam pembentukan filsafat Buddhis
di Jepang hingga sekarang. Ia mengirimkan para ahli Jepang ke Korea dan Cina
untuk mempelajari agama, seni dan ilmu pengetahuan. Pata tahun 607 M, ia
mendirikan kuil-kuil di Nara da Haryuji yang merupakan kuil tertua dan masih
berdiri hingga sekarang.( http://buddhisme-fahmidz.blogspot.com: 2013).
Buddhisme
mendorong pencapaian keadaan pencerahan di mana satu akhirnya menyadari bahwa
sifat utama realitas adalah Keesaan transenden. dipahami sebagai realitas
empiris sebagai sesuatu yang kosong. Tujuan akhir adalah untuk membuktikan
kekosongan dari semua mode intelektual - akar tentang keberadaan alam semesta-
dengan menarik perhatian pada pengalaman nyata, yang transenden. (http://imcikiciw.blogspot.com: 2011)
Dari
perspektif filosofis, namun dampak yang paling penting dari Buddhisme adalah psikologi
nya. Buddhisme mengajarkan bahwa egoisme adalah penyebab utama dari
penderitaan manusia dan ketidakpuasan. Dengan mengontrol keinginan dan
menghilangkan egoisme, seseorang dapat mencapai perdamaian dan harmoni batin.( Ali Mukti hal : 1988: 140)
b. Konfusianisme
Kon Fu Tse memasuki Jepang dengan gelombang besar pertama pengaruh Cina antara
abad ke-6 dan ke-9, tapi agama Kon Fu Tse tampaknya dikalahkan oleh
agama Budha, sampai timbulnya sistem Tokugawa yang terpusat dalam abad ke-17
membuatnya kelihatan lebih relevan dari pada sebelumnya. Konfusianisme adalah
sebuah agama disamping sebuah filsafat moral. Namun setelah masuk ke Jepang,
Unsur-unsur keagamaannya menjadi semakin lemah, dan yang dapat hidup terus
hanya aspek sekulernya seperti filsafat etikanya yang berhubungan dengan
hubungan antar manusia dan pemerintah dari suatu negara.( W.G. Beasley: 2003.
Hlm. 218)
c. Shintoisme
Nama asli bagi
agama itu ialah Kami no Michi, yang bermakna “jalan dewa”. Agama Shinto
di Jepang itu tumbuh dan hidup dan berkembang dalam lingkungan penduduk. Pada
saat Jepang berbenturan dengan kebudayaan Tiongkok maka nama asli itu terdesak
kebelakang oleh nama baru yaitu Shin-To. Nama baru itu perubahan dari Tien-Tao,
yang bermakna “jalan langit”. Perubahan bunyi kata itu seperti halnya
dengan aliran Chan, sebuah sekte agama Budha mazhab Mahayana di
Tiongkok, menjadi aliran Zen sewaktu berkembang di Jepang. Dan nama
Shinto itu sendiri baru dipergunakan untuk pertama kalinya dalam menyebut agama
asli bangsa Jepang itu ketika agama Buddha dan agama konfusius (Tiongkok) sudah
memasuki Jepang pada abad ke-6 M. Shinto adalah kata majemuk daripada “Shin”
dan “To”. Arti kata “Shin” adalah “roh” dan “To”
adalah “jalan”. Jadi “Shinto” mempunyai arti lafdziah “jalannya
roh”, baik roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh-roh langit dan
bumi. Kata “To” berdekatan dengan kata “Tao” dalam taoisme
yang berarti “jalannya Dewa” atau “jalannya bumi dan langit”. Sedang
kata “Shin” atau “Shen” identik dengan kata “Yin” dalam taoisme
yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya ; lawan dari kata “Yang”.
Dengan melihat hubungan nama “Shinto” ini, maka kemungkinan besar Shintoisme
dipengaruhi faham keagamaan dari Tiongkok. Sedangkan Shintoisme adalah faham
yang berbau keagamaan yang khusus dianut oleh bangsa Jepang sampai
sekarang.Shintoisme merupakan filsafat religius yang bersifat tradisional
sebagai warisan nenek moyang bangsa Jepang yang dijadikan pegangan hidup. Tidak
hanya rakyat Jepang yang harus menaati ajaran Shintoisme melainkan juga
pemerintahnya juga harus menjadi pewaris serta pelaksana agama dari ajaran ini. (http://imcikiciw.blogspot.com: 2011)
Setelah terjadi
beberapa peristiwa buruk, maka pada tahun 1867 pemerintah Tokugawa menyerahkan
kekuasaan pada kaisar Meiji. Dengan demikian pemerintahan Tokugawa berakhir dan kekuasaan penuh berada
di tangan kaisar. Kemudian muncullah
Restorasi Meiji. Restorasi Meiji ini muncul
akibat dari kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahan Shogun yang dianggap
lemah. Hal tersebut diawali dengan peristiwa terjadinya pembukaan Jepang oleh Commodore
Perry (Perjanjian Shimoda, 30 Maret 1854). Hal tersebut disebabkan : (1) Pemerintah Bakufu berpegang
pada politik Isolasi, karena takut akan masuknya pedagang-pedagang asing yang
berakibat masuknya juga imperialisme asing. (2) Pada tahun 1842 Tiongkok telah
dibuka untuk bangsa Asing oleh Inggris, dan habis dibagi dalam daerah-daerah
pengaruh antara Inggris, Perancis, Rusia. Jadi tinggal Jepang saja yang belum
tersentuh. (3) Amerika serikat membutuhkan tempat transit, dalam pelayaran antara panatai
barat USA dan kebetulan Jepang memiliki pelabuhan alam yang baik dan mengandung
kemungkinan-kemungkinan perdagangan (teh, sutera) yang sangat menguntungkan. (4) Kepulauan Jepang merupakan
batu loncatan ke Tiongkok yang baik. (Soebantardjo, 1958: 7)
C. Aliran-Aliran
Filsafat Jepang
a.
Aliran Zen
Madzhab Chan
di Jepang disebut dengan madzhab Zen, dan masuk di Jepang kira-kira
tahun 1200. Aliran ini mempunyai tujuan untuk memidahkan pikiran Buddha secara
langsung ke dalam pikiran para pemeluknya dan mengajarkan bahwa pencerahan
hanya dapat diperoleh melalui pemikiran yang intuitif. Oleh karena itu aliran
ini lebih menekankan pada displin dalam melakukan samadi untuk mencapai
pencerahan, dan menolak doa-doa atau kepercayaan terhadap adanya juru selamat. (Ali Mukti.1988 , h. 144)
Aliran ini terbagi
menjadi dua golongan besar yaitu: Soto Zen, dengan tokohnya yang bernama
Dogen ( (19 January 1200 - 22 September 1253) yang merupakan seorang
guru Zen termasyur di Jepang. Tokoh ini pernah lama belajar dan
memperdalam ilmunya di negeri China. (Ali Mukti.1988 , h.
144)
Peninggalan salah satu
kuil Zen yang sangat terkenal yaitu Eiheiji Temple di Perfecture Fukui, dimana disitu terlihat jelas refleksi dari ajaran Zen tersebut... Dan
yang kedua aliran Rinzai dengan tokohnya yang bernama Eisai. Aliran yang
tersebut akhirnya berkembang di kalangan militer dan aristocrat serta menjadi
tulang punngung kelas penguasa dan militer. Sementara yang pertama yaitu aliran
Soto Zen itu lebih banyak dianut oleh
kalangan para petani dan bergerak dalam kegiatan social, yang memiliki
perguruan tinggi dan sekolah-sekolah yang cukup banyak.
(Ali Mukti.1988 , h. 144)
b. Aliran amida (Tanah Suci)
Madzhab
amida berkembang di Jepang seseudah tahun 950. Aliran ini Amida atau Tanah Suci
mengengemukakan suatu ajaran keselamatan dalam istilah-istilah yang sederhana,
yaitu: percaya kepada Buddha secara mutlak. dan dengan menyebut Amida orang
akan memperoleh keselamatan. Aliran ini mendapat banyak pengikut di kalanagan
petani dan menjadi semacam agama messianis pada saat terjadi kemelut sosial.
Objek pemujaan aliran ini adalah patung Amida Buddha, yang dilengkapi dengan
patung bodhisatwa Kwan On yang melambangkan kemurahan dan patung
Daiseishi sebagai lambang kebijaksanaan. (Ali Mukti.1988 , h.
143)
c. Aliran Nichiren Soshu
Sekte ini lahir di
Jepang oleh pendirinya Nichiren Sozu Daishonin pada tahun (1222-1282) yang asal
mulanya dari sekte Tendai (Jep.) (T’ien-t’ai). Beliau anak dari keluarga
nelayan yang miskin, tinggal di desa kecil yang bernama Kominato, Tojo
daerah Nagasa propinsi Awa (prefecture Chiba Modern), Ia dilahirkan pada
tanggal 16 Februari 1222. Dia menjadi
murid Dozenbo (12 mei 1233) di kuil koyosu-mi-dera yang terletak
di atas Gunung Kiyosumi. Dalam ruang Buddha dari kuil itu terdapat ruphang
Bodhisattva Kokuzo (Bodhisatva dari angkassa, karena kearifannya seluas
angkasa). Dia bernazar di hadapan Bodhisatva ini bahwa kelak dia akan menjadi
seorang yang paling bujaksana di Jepang. Pada usia 15 tahun dia
di-upasampada-kan menjadi sramanera. Dengan seijin gurunnya Dozenbo,
Nichiren Daishonin (dalam usia 17 tahun ) pergi ke tempat lain untuk
pelajaran Buddhism yang lebih dalam. Pertama-tama dia pergi ke Kamakura, hanya
4 bulan, dia belajar disini. Kemudian ia kembali lagi ke Kiyosumi-dera.
Selanjutnya ia pergi ke kuil Enryakuji yang terletak di atas gunung Hei,
tempat ini di anggap pusat terpenting ilmu pengetahuan Buddhism di Jepang pada
waktu itu selama 12 tahun dia belajar.Pada tahun 1253, Nichiren Sozu
Daishonin kembali ke kuilnya Kiyosumi-dera. Beliau dalam usia 30
tahun menyatakan hasil dari pelajarannya dan pengalamannya dengan keyakinannya
bahwa ‘Sutra Teratai’ (Saddharma Pundarika Sutra, Hokkekyo) dan mantera ‘Nam-myoho-renge-kyo’
merupakan inti sari dari Sutra Taratai. Dan Sutra Teratai adalah jantung dari
agama Buddha Shakyamuni di zaman Mappo
(Mo Fa) atau Hari kemudian mrnjadi Hukum.(Suwarto:
1995, h.520-521)
Nichiren Shō
Shū yang artinya Sekte Benar Nichiren, Nichiren Sozu
ini didirikan pada tahun 1253 oleh pendeta Nikkō, murid pendeta Nichiren.
Sekte Nichiren adalah salah satu sekte Buddha yang cukup unik. Keunikannya
adalah sekte ini adalah tidak melakukan penyembahan ke arca Buddha seperti yang
umum dilakukan pada tradisi Buddha lainya. Sebagai gantinya mereka meletakkan
Mandara, tulisarn atau huruf Jepang yang berisikan mantra atau tulisan suci
yang dikeramatkan. Ajarannya Nichiren Sozu ini bertujuan mengembalikan agama Buddha kepada
bentuknya yang murni yang akan dijadikannya dasar bagi perbaikan masyarakat
Jepang, dan menolak ritualisme dan
simentalisme aliran Tanah Suci, melawan semua kesalahan, agresif, patriotis
tetapi eksklusif.Selain ketiga aliran besar di atas, pada abad ke-14 muncul
aliran keagamaan yang bercorak Shinto yang di padukan dengan agama Buddha dan
Konfusianisme dengan nama Yosidha Shinto.Menurut aliran ini, agama Buddha dapat
di anggap sebagai bunga dan buah dari semua dharma di ala mini, Konfusianisme
sebagai cabang rantingnya, dan agama Shinto sebagai akar dan batangnya. (Ali Mukti: 1988, h.140)
d. Yosidha Shinto
Pada abad ke 14 muncul
aliran keagamaan yang lebih bercorak Shinto yang dipadukan dengan agama Buddha
dan Konfusianisme. Menurut aliran ini, agama Buddha dapat dianggap
sebagai bunga dan buah dari semua dharma di alam ini. Konfusianisme sebagai cabang
dan rantingnya, dan agama Shinto sebagai akar dan batangnya. (Ali Mukti: 1988, h.142)
e.
Aliran Neo-Konfusis
Ajaran memiliki daya tarik lebih besar dibandingkan dengan ajaran Budha. Dalam
masa 200 tahun antara tahun 1608 dan abad XIX, pemikiran Konfusius ddi Jepang
berkembang menjadi bermacam ragam. Diantaranya:
a. Kelompok Kumazawa Banzan (1619-1691), menempatkan moral di atas kepentingan
negara.
b. Kelompok Ogyu Sorai (1666-1728), ia menolak pemikiran tindakan
penguasa harus didasarkan pada filsafat moral, melihat Shogun sebagai
penguasa mutlak yang didukung oleh pejabat bukan faktor keturunan. Dengan
demikian, Ogyu membandingkan kedudukan Shogun dengan kedudukan
raja-raja di Cina. Namun, Ogyu mengalami dua kesulitan, yaitu pertama, Jepang
memilikii raja yang kedudukannya lebih tinggi dari Shogun, kedua,
pejabat pemerintah pusat Jepang adalah Samurai, yang dipilih
oleh Shogun berdasarkan status sosial mereka. Olehsebab
itu, situasi Jepang tidak sepenuhnya sesuai dengan kategori yang ada dalam
ajaran Konfusis. (W.G. Beasley: 2003. h. 218)
f. Aliran Mito
Dipelopori
oleh Tokugawa Mitsukuni (1628-1700_. Para
anggotanya terdiri dari para ahli sejarah yang sangat berminat dalam
mempelajari teks-teks Jepang kuno dan berusaha membangkitkan perhatian
masyarakat terhadapsejarah budaya dan agama asli. Kitab Nihongi
diterbitakn dengan ditambah beberapa komentar. Kelak, di abad ke-19 kitab yang
berkenaan dengan mite “abad para dewa”. Legenda-legendanya mengenai asal-usul
kedewaan dijadikan dasar keagamaan dalam pembaharuan sistem kekaisaran di
Jepang.Pada akhir masa Tokugawa muncul rasa tidak puas masyarakat
terhadap pemerintah. Di sana-sini terjadi bebrapa pemberontakan kecil yang
berakibat memperlemah kekuasan pemerintah. Agama Buddha, yangsudah menajdi
agama negara, memeperoleh kesan buruk. Orang-orang Buddha banyak yang menjadi
sasaran kritik, sementara perhatian umum terhadap agama asli semakin meningkat.
Pada masa Tokugawa perasaaan anti Buddha itu sudah tumbuh meluas di kalangan
masyarakat akibatnya banyak kelentengt-kelenteng agama Buddha yang di tutup dan
para pendetanya dipaksa meninggalkan pos-pos mereka. Di samping itu juga
hubungan Jepang dengan asing, yang selama ini dihentikan sejak dimulainnya masa
isolasi jepang di tahun 1639, itu dibuka kembali dengan penandatanganan
perjanjian antara komodor perry dan kaisar Jepang di tahun 1845. (Djam’annuri: 1981, h.36-38)
D. Pemikiran Ekonomi Filosof Jepang
a.
Pengaruh Sintoisme
Terhadap Ekonomi
Ada bermacam bentuk dan
bermacam kelas yang berbeda ketika membahas etika ekonomi di Jepang dan saling
berkaitan dengan etika politik dan religi, dampaknya terlihat pada
rasionalisasi ekonomi. Meskipun Shinto juga memiliki kontribusi besar
terhadap bidang ekonomi, namun sesungguhnya teori dari Konfusius-lah
yang mempunyai pengaruh besar di Jepang. Dasar pikiran konfusius tentang ini adalah “kemanunggalan
ekonomi dan negara”. Para pemikir Konfusian melihat adanya kaitan langsung
antara kesejahteraan ekonomi dan moralitas, dan inilah diatas segalanya, yang
menurut mereka menentukan nilai politik dari kehidupan ekonomi. Walaupun para
pemikir Konfusian mengajarkan bahwa moralitas harus dipegang teguh tanpa peduli
kondisi ekonomi, mereka cukup realistis untuk menyadari bahwa prinsip seperti
ini tidak terlalu mudah untuk dipenuhi oleh orang kebanyakan.(http://gebypurnama.blogspot.com: 2012)
Menurut Mencius, jika mereka tidak mempunyai tingkat kesejahteraan hidup
tertentu, rakyat akan tidak bisa diatur. Ini adalah dasar ideologis yang kuat
yang mendasari perhatian terhadap kehidupan ekonomi rakyat yang merupakan ciri
dari para penguasa Tokugawa. Inti dari kebijakan ekonomi Konfusian secara rinci
berarti “dorong produksi dan kurangi konsumsi. Pengurangan konsumsi
mengambil dua bentuk utama, lahir dan bathin”. Bentuk bathin adalah
pembatasan keinginan dan bentuk lahir adalah pembatasan pengeluaran, artinya
ekonomi ugahari. Konfusius pernah berkata, “ Sikap bermewah-mewah akan
mengarah kepada pembangkangan, dan sikap kikir kepada kehinaan. Lebih baik hina
dari pada membangkang.” (http://gebypurnama.blogspot.com/2012)
Dari tinjauan singkat tentang pandangan Konfusian mengenai ekonomi politik
diatas dapatlah ditangkap bahwa sebetulnya yang diutamakan adalah system yang seimbang.
Produksi dimaksudkan agar kebutuhan terpenuhi penghematan diterapkan agar
kecukupan itu tidak terganggu. (http://gebypurnama.blogspot.com
/2012)
b. Pengaruh Keizen Terhadap Ekonomi
Selain teori konfusius dan Shinto, yang
sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi jepang adalah Keizen, merupakan istilah dalam bahasa Jepang yang bermakna "perbaikan
berkesinambungan" Filsafat kaizen berpandangan bahwa hidup kita hendaknya fokus pada upaya
perbaikan terus-menerus. Pada penerapannya dalam perusahaan, kaizen mencakup
pengertian perbaikan berkesinambungan yang melibatkan seluruh pekerjanya, dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. (http://id.wikipedia.org)
Landasan
Kaizen diterapkan di Jepang setelah Perang Dunia Kedua , ketika negara itu mencoba
untuk membangun kembali pabrik dan memikirkan kembali sistem-sistemnya. Konsep
Kaizen mulai diterapkan pada 1950-an . Menurut Masaaki Imai , ayah dari
strategi Kaizen , itu adalah konsep yang paling penting dari manajemen Jepang
dan kunci keberhasilan bisnis Jepang. Prinsip Kaizen didasarkan pada tradisi
Jepang kuno dan filsafat dalam mencari harmoni dengan perbaikan terus-menerus .
Dalam bentuk kontemporer, digunakan baik untuk meningkatkan dan merampingkan
proses perusahaan serta untuk mendapatkan perkembangan pada tingkat individu.
Makna peningkatan Kaizen tidak boleh dipandang secara terpisah, tetapi dipandang
dalam konteks yang lebih luas dan nyata, dengan fokus pada perbaikan pada semua
masyarakat akan membawa kebaikan untuk semua. Tradisi ini telah tetap hidup di Jepang
hingga saat ini. Kaizen adalah filosofi manajemen yang berpandangan bahwa
setiap perbaikan tertentu tidak boleh mengorbankan pelanggan dan masyarakat luas.
Oleh karena itu, kita harus selalu memiliki konteks yang lebih luas dalam pemikiran
ketika berbicara tentang Konsep spesifik manajemen Jepang yang mengintegrasikan
semua komponen secara dinamis dan menjelaskan pentingnya harmoni sosial di masyarakat.( Slobodan Prošić:2011)
Dalam kaizen manajemen
memiliki dua fungsi utama: pertama Kegiatan pemeliharaan teknologi, sistem manajemen, dan standar operasional yang ada sekaligus menjaga standar tersebut melalui pelatihan
serta disiplin dengan tujuan agar semua karyawan dapat mematuhi prosedur
pengoperasian standar (Standard
Operating Procedure-SOP) yang telah ditetapkan. Kedua kegiatan perbaikan yang diarahkan
pada meningkatkan standar yang ada. (http://id.wikipedia.org)
Kedua fungsi ini
disimpulkan sebagai Pemeliharaan dan Perbaikan Standar. Perbaikan ini
sendiri dapat terbagi menjadi kaizen dan inovasi. Kaizen bersifat perbaikan kecil yang berlangsung oleh upaya
berkesinambungan, sedangkan inovasi merupakan perbaikan drastis sebagai hasil
dari investasi sumber daya berjumlah besar dalam teknologi atau peralatan. Kaizen menekankan pada upaya manusia, moral, komunikasi, pelatihan, kerja
sama, pemberdayaan dan disiplin diri, yang merupakan pendekatan peningkatan
berdasarkan akal sehat, berbiaya rendah. (http://id.wikipedia.org)
Sasaran akhir kaizen
adalah tercapainya Kualitas, Biaya, Distribusi (Quality,
Cost, Delivery -- QCD), sehingga pada
praktiknya kaizen menempatkan kualitas pada prioritas tertinggi. Kaizen
mengajarkan bahwa perusahaan tidak akan mampu bersaing jika kualitas produk dan
pelayanannya tidak memadai, sehingga komitmen manajemen terhadap kualitas
sangat dijunjung tinggi. Kualitas yang dimaksud dalam QCD bukan sekedar kualitas produk melainkan
termasuk kualitas proses yang ditempuh dalam menghasilkan produknya.
Kaizen menekankan bahwa
tahap pemrosesan dalam perusahaan harus disempurnakan agar hasil dapat meningkat,
sehingga dapat disimpulkan bahwa filsafat ini mengutamakan proses. Dalam kaizen dipercaya bahwa proses yang baik akan memberikan hasil yang
baik pula. (http://id.wikipedia.org)
Salah satu langkah awal
penerapan kaizen adalah menjalankan siklus Plan-Do-Check-Act (PDCA) untuk menjamin terlaksananya kesinambungan kaizen. Siklus ini terdiri
atas :
·
Rencana (plan)
Penetapan target untuk perbaikan dan perumusan rencana
tindakan guna mencapai target tersebut.
·
Lakukan (do)
Pelaksanaan dari
rencana yang telah dibuat.
·
Periksa (check)
Kegiatan pemeriksaan
segala prosedur yang telah dijalankan guna memastikannya agar tetap berjalan
sesuai rencana sekaligus memantau kemajuan yang telah ditempuh.
·
Tindak (act)
Menindaklanjuti ketiga
langkah yang ditempuh sekaligus memutuskankan prosedur baru guna menghindari
terjadinya kembali masalah yang sama atau menetapkan sasaran baru bagi
perbaikan berikutnya.
Siklus PDCA berputar
secara terus menerus dengan diselingi oleh siklus Standarize-Do-Check-Act
(SDCA) di antaranya. Dalam langkah Standar (Standarize) pada siklus ini, segala
prosedur baru yang telah diputuskan pada langkah Tindak (Act) dalam siklus PDCA
sebelumnya disahkan menjadi pedoman yang wajib dipenuhi. SDCA fokus pada
kegiatan pemeliharaan, sedangkan PDCA lebih mengacu pada perbaikan. (http://id.wikipedia.org)
Masalah yang terjadi
baru dapat ditemukan pemecahannya dengan mengumpulkan dan mengobservasi
berbagai data yang berkaitan dengan masalah tersebut. Tanpa adanya data yang
terintegrasi dan relevan, manajemen tidak dapat menemukan solusi yang paling
efektif. (http://id.wikipedia.org)
E. Kesimpulan
Dalam perkembangannya filsafat jepang banyak
dipengaruhi atau berasal dari luar jepang, terutama dari china yaitu Buddhisme dan konfusianisme, dengan kata
lain jepang tidak memiliki filsafat asli.
Diantara beberapa aliran filsafat yang
berkembang di jepang, hanya Shintoisme yang memiliki pengaruh dan kontribusi
yang cukup besar terhadap negara maupun ekonomi, dan memperkuat ketertarikan
kepada nilai-nilai sentral, memberikan motivasi dan legitimasi untuk beberapa
inovasi politik dan memperkuat etika asketisme duniawi yang menekankan sikap
rajin dan hemat. Selain itu, sikap
hormat kepada Kaisar oleh penganut Shinto merupakan kekuatan ideologis di
Jepang dan telah berfungsi memberikan legitimasi untuk perubahan yang tanpa itu
akan mendapatkan tantangan yang sangat keras.
Selain ideologi shinto, Jepang benar-benar
menerapkan prinsip-prinsip filosofi keizen. Dengan filosofi keizen managemen
inilah perusahaan-perusahan jepang dapat berkembang dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Beasley, W.G, 2003, Pengalaman Jepang Sejarah Singkat Jepang,
Yayasan Obor
Indonesia.
Djam’annuri, Agama Jepang ( Yogyakarta : PT Bagus
Arafah, 1981.
Harun Hadiwijono, Dr. “Agama Hindu Buddha”
(Jakarta: Gunung Mulia, 2008)
Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama,
Jakarta: wijaya, 1989.
http://gebypurnama.blogspot.com/2012/11/pengaruh-filsafat-shintoisme-terhadap.html
(Diakses tanggal 29 November 2014)
http://id.wikipedia.org/wiki/Buddhisme_di_Korea (Diakses tanggal 29
November 2014)
http://buddhisme-fahmidz.blogspot.com/2013/04/buddisme-di-jepang-dan-aliran-aliranya.html
(Diakses tanggal 29 November 2014)
Joesoef Sou`yb, Agama-agama Besar di Dunia,
(Al Husna Zikra : 1996)
Mukti, Ali, Agama-Agama
di Dunia, Yokyakarta: (IAIN
Sunan Kalijaga
Press,1988)
Prošić
Slobodan, M.Sc, Kaizen Management Philosophy, International Symposium Engineering Management
And Competitiveness 2011, June 24-25, 2011, Zrenjanin, Serbia
Soebantardjo. 1958. Sari Sedjarah; Jilid 1: Asia-Australia. Yogyakarta:
Bopkri
Suwarto, Buddha Darma
Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995)
BIODATA
PENULIS
Nama : Zainal Anwar
Tempat, Tgl. Lahir : Kudus, 28 Kuni 1973
Pekerjaan : Manager KJKS BMT AL Amin Cabang Mejobo Kudus
Pendidikan : 1. MI Darul Ulum Ngembalrejo Kudus 1986
2. MTs Negeri Kudus 1989
3. SMA PPMI Assalaam Surakarta 1993
4. IKIP Negeri Malang 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar