SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh: Zainal Anwar, S.Pd
A. PENDAHULUAN
Sistem berasal dari kata “systēma” (dalam
Bahasa Yunani) yang mengandung arti “keseluruhan dari bermacam-macam bagian
“.Perekonomian ialah system ideology, manajemen sumber daya, dan pilihan
kebijakan yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi dalam suatu Negara untuk
mengalokasikan sumber daya dalam menjalankan pemerintahan. Sedangkan Sistem
Perekonomian merupakan kumpulan dan aturan kebijakan yang disusun yang
diterapkan pemerintah demi kebutuhan dan kemakmuran warga negaranya.
Ada bermacam-macam sistem perekonomian yang
dipergunakan berbagai negara dalam bumi ini. Perbedaan mendasarnya yaitu pada
cara mereka mengolah sumber daya negara mereka agar meningkatkan perekonomian negara mereka. Ada juga sistem
yang tidak memperbolehkamn
individu memiliki sumber daya negaranya. Itu semua tergantung dari sistem
perekonomian yang dipergunakan oleh negara tersebut. Ada bermacam-macam Sistem Ekonomi, diantaranya :
Sistem ekonomi
liberalisme atau kapitalisme, yaitu suatu sistem ekonomi yang memberikan
kebebasan penuh kepada setiap individu untuk bersaing mengejar keuntungan yang
sebesar-besarnya. Dalam sistem ekonomi ini peranan pemilik modal sangat
dominan.
Sistem ekonomi
sosialisme atau etatisme, yaitu suatu sistem ekonomi yang dipegang dan
dikuasai penuh oleh negara. Adapun maksud pemerintah menguasai perekonomian ini
yaitu untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.
Sistem ekonomi
campuran, yaitu suatu sistem ekonomi gabungan antara
sistem ekonomi liberalisme dengan sosialisme. Dalam sistem ekonomi ini yang berperan
ada dua sektor, yaitu sektor negara dan sektor swasta. Sistem ekonomi ini
banyak dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang.
Ekonomi dalam Islam
adalah ilmu yang mempelajari segala prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian & kesejahteraan
dunia-akhirat). Kata Islam setelah
Ekonomi dalam ungkapan Ekonomi Islam berfungsi sebagai identitas tanpa
mempengaruhi makna atau definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya lebih
ditentukan oleh perspektif atau lebih tepat lagi worldview yang digunakan
sebagai landasan nilai.
Pada tingkat tertentu
isu definisi Ekonomi Islam sangat terkait sekali dengan wacana Islamisasi Ilmu
Pengetahuan (Islamization of Knowledge) Science dalam Islam lebih dimaknakan
sebagai segala pengetahuan yang terbukti kebenarannya secara ilmiah yang mampu
mendekatkan manusia kepada Allah SWT (revelation standard – kebenaran
absolut). Sedangkan Science dikenal luas dalam dunia konvensional adalah
segala ilmu yang memenuhi kaidah-kaidah metode ilmiah (human creation –
kebenaran relatif).
Prilaku manusia disini
berkaitan dengan landasan-landasan syariat sebagai rujukan berprilaku dan
kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Dan dalam ekonomi Islam, kedua
hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing hingga terbentuklah
sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan dasar-dasar nilai Ilahiyah.
B. SISTEM
PEREKONOMIAN DI INDONESIA.
Indonesia tidak menganut Sistem ekonomi
tradisional, Sistem ekonomi komando, Sistem ekonomi pasar, maupun Sistem
ekonomi campuran. Sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah Sistem
Ekonomi Pancasila, yang di dalamnya terkandung demokrasi ekonomi maka
dikenal juga dengan Sistem Demokrasi Ekonomi. Demokrasi Ekonomi berarti
bahwa kegiatan ekonomi dilakukan dari, oleh, dan untuk rakyat di bawah
pengawasan pemerintah hasil pemilihan rakyat. Dalam pembangunan ekonomi
masyarakat berperan aktif, sementara pemerintah berkewajiban memberikan arahan
dan bimbingan serta menciptakan iklim yang sehat guna meningkatkan keejahteraan
masyarakat.
Sistem Demokrasi Ekonomi dipilih karena
memiliki ciri-ciri yang positif bagi Indonesia, diantaranya adalah :
1.
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.
- Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
- Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendakinya serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
- Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
- Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
- Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
- Etatisme, yaitu keikutsetaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat. Jadi masyarakat hanya bersikap pasif saja.
- Monopoli,suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keingian sang monopoli. Disini konsumen seperti robot yang diatur untuk mengikuti jalannya permainan.
koperasi —–> sektor swasta ——> sektor pemerintah.
- Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut.
- Harta sebagi perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta. (QS Ali Imran : 14).
- Harta sebagai
ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya,
apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak.(QS Al-Anfaal : 28)
- Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah. (QS At-Taubah : 41) (QS At-Taubah : 60) (QS Ali Imran : 133-134)
- Dilarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat:
- Dilarang menempuh usaha yang haram seperti:
Dengan demikian perkonomian Indonesia tidak
mengizinkan adanya :
1.
Free fight
liberalism, yaitu adanya suatu kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga
memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah dan terjajah dengan
akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
C. DASAR-DASAR HUKUM PEREKONOMIAN DI INDONESIA
Perekonomian Indonesia saat ini cukup menarik
perhatian banyak kalangan, baik itu dari akademisi, pengusaha, dan bahkan warga
negara asing. Mereka yakin dengan potensi kebangkitan ekonomi yang akan
dihadapi Indonesia kedepan. Melimpahnya sumber daya alam dan sumber daya
manusia selalu menjadi nilai tambah bagi perkembangan ekonomi di Indonesia.
Pada kenyataannya, memang perkembangan ekonomi
di Indonesia sudah berkembang cukup pesat sehingga wajar jika banyak
pengusaha-pengusaha asing melakukan investasi di Indonesia. Namun selepas dari
itu, pemerintah tidak dapat semata-mata hanya mengembangkan ekonominya dengan
menyerahkannya kepada pasar. Ada batas-batas dan ketentuan-ketentuan yang sudah
diatur dalam Konstitusi Indonesia.
UUD 45 telah mengatur mengenai dasar-dasar aturan
perekonomian nasional yang tercantum pada Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”
dalam pasal ini jelas bahwa kebangkitan ekonomi Indonesia tidak serta merta
melibatkan beberapa golongan saja tetapi kebangkitan ekonomi itu harus dapat
melibatkan seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat.
Kebangkitan ekonomi itu juga harus memberikan dampak positif terhadap koperasi
sebagai usaha bersama masyarakat, bukan malah menghancurkannya karena
bermunculan investasi-investasi asing ke Indonesia. Kemudian ada pasal 33 ayat
(2) UUD 45 menyebutkan “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan
menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Kaitannya pada pasal ini
bahwa pemerintah harus dapat menjaga cabang-cabang produksi milik Negara yang
penting, untuk tetap dikuasai oleh Negara.
Kepemilikan asing pada cabang-cabang produksi
Negara tidak boleh melebihi kepemilikan Negara. Negara harus tetap menjadi
penguasa dalam mengatur dan membuat keputusan terkait sebagai penguasa terhadap
cabang-cabang produksi tersebut. Selanjutnya pada pasal 33 ayat (3) UUD 45
menyebutkan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Terdapat kesamaan pada ayat sebelumnya bahwa Negara juga harus menguasai, namun
disini obyeknya adalah kekayaan alam dan digunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat. Kebangkitan ekonomi setidak-tidaknya digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan kekayaan-kekayaan alam Indonesia
berada dibawah penguasaan Negara tanpa terkecuali. Pada pasal 33 ayat (4) UUD
45 menyebutkan “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi disini
adalah terkadung gagasan bahwa kedaulatan rakyat dibidang ekonomi, dimana
sumber-sumber produksi pada pokoknya juga berada ditangan rakyat yang
berdaulat. Jadi rakyat sepenuhnya berhak atas sumber-sumber daya alam untuk
sebesar-sebesarnya dimanfaatkan bagi kemakmuran mereka sendiri. Potensi
kebangkitan ekonomi sudah sepantasnya juga memperhatikan bahwa perekonomian
nasional itu pada dasarnya diselenggarakan atas demokrasi ekonomi. Selain itu,
terdapat juga prinsip-prinsip yang tidak boleh disimpangi, dan pemerintah juga
harus mengawasi dari penyimpangan-penyimpangan prinsip yang disebutkan
pada Pasal 33 ayat (4) tersebut. Dimana perekonomian itu harus memiliki prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, kemandirian serta menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Dalam mengahadapi potensi akan kebangkitan ekonomi nasional,
sudah sepantasnya pemerintah tetap memperhatikan dasar-dasar hukum perekonomian
nasional Indonesia yang sudah diatur jelas dalam konstitusi UUD 45 pada pasal
33 diatas. Pemerintah tidak dapat begitu saja melepas perekonomian nasional
kepada pasar. Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaat) maka pemerintah
haruslah menjalankan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam menjalankan roda perekonomian
nasional Indonesia
D. PELAKU-PELAKU DALAM SISTEM PEREKONOMIAN
INDONESIA
Setiap negara mempunyai permasalahan ekonomi
dan setiap negara mempunyai cara tersendiri dalam mengatasinya. Ada negara yang
dengan tegas menentukan bahwa pemerintah yang harus mengatasi setiap masalah
ekonomi, dan pemerintahlah pula yang mengatur semua kegiatan ekonomi.
Sebaliknya ada negara yang berpendapat bahwa dalam mengatasi setiap masalah
ekonomi dan mengatur semua kegiatan ekonomi diserahkan pada pihak swasta.
Selain itu ada juga negara yang mencari jalan tengah antara keduanya. Bagaimana
setiap negara menjawab permasalahan-permasalahan ekonomi menunjukkan sistem
ekonomi yang dianutnya. Dalam rangka menjalankan sistem ekonominya, negara akan
membutuhkan pelaku-pelaku ekonomi.
Terdapat tiga pelaku utama yang menjadi
kekuatan sistem perekonomian di Indonesia, yaitu perusahaan negara
(pemerintah), perusahaan swasta, dan koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut
akan menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sistem ekonomi kerakyatan.
Sebuah sistem ekonomi akan berjalan dengan baik jika pelaku-pelakunya dapat
saling bekerja sama dengan baik pula dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian
sikap saling mendukung di antara pelaku ekonomi sangat dibutuhkan dalam rangka
mewujudkan ekonomi kerakyatan.
Sistem
ekonomi kerakyatan sendi utamanya adalah UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan
(3). Bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (1) adalah koperasi, dan bentuk usaha
yang sesuai dengan ayat (2) dan (3) adalah perusahaan negara. Adapun dalam
penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “hanya perusahaan yang tidak
menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan seorang”. Hal itu berarti
perusahaan swasta juga mempunyai andil di dalam sistem perekonomian Indonesia.
Dengan demikian terdapat tiga pelaku utama yang menjadi kekuatan sistem
perekonomian di Indonesia, yaitu perusahaan negara (pemerintah), perusahaan
swasta, dan koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut akan menjalankan
kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem
ekonomi akan berjalan dengan baik jika pelaku-pelakunya dapat saling bekerja
sama dengan baik pula dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian sikap saling
mendukung di antara pelaku ekonomi sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan
ekonomi kerakyatan. Lalu dalam ekonomi makro
kita mengenal empat pelaku ekonomi :
1.
Sektor rumah tangga.
2.
Sektor swasta.
3.
Sektor pemerintah, dan
4.
Sektor luar negeri.
Dalam
perekonomian indonesia dikenal tiga pelaku ekonomi pokok yaitu :
1.
Koperasi
Dalam
UU No. 25 Tahun 1992, menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Sesuai
dengan UU No. 25 Tahun 1992 pasal 4 menyatakan bahwa fungsi dan peran koperasi
seperti berikut ini.
a.
Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan sosial mereka.
b.
Turut serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat.
c.
Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
d.
Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional
yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi.
2.
Pemerintah
(BUMN)
Peran pemerintah sebagai pelaku kegiatan
ekonomi berarti pemerintah melakukan kegiatan konsumsi, produksi, dan
distribusi. Secara umum, peran BUMN dapat dilihat pada hal-hal berikut ini.
a.
Mengelola
cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
b.
Sebagai
pengelola bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya secara
efektif dan efisien.
c.
Sebagai alat
bagi pemerintah untuk menunjang kebijaksanaan di bidang ekonomi.
d.
Menyediakan
lapangan kerja bagi masyarakat sehingga dapat menyerap tenaga kerja.
3.
Swasta (BUMS)
BUMS adalah salah satu kekuatan ekonomi di
Indonesia. BUMS merupakan badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pihak
swasta. Tujuan BUMS adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya.
E. PANDANGAN ISLAM TERHADAP EKONOMI
Secara
umum, tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan serta tugas pengabdian atau ibadah
dalam arti luas
“Dan
Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat
siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS Al-An’aam
: 165)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QS adz-Dzaariyaat : 56).
Untuk
menunaikan tugas tersebut, Allah SWT memberi manusia dua anugerah nikmat
utama, yaitu manhaj al-hayat “ sistem kehidupan “ dan wasilah
al-hayat “ sarana kehidupan .
Manhaj
al-hayat adalah seluruh aturan kehidupan
manusia yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Aturan tersebut
berbentuk keharusan melakukan atau sebaiknya melakukan sesuatu, juga dalam
bentuk larangan melakukan atau sebaliknya meninggalkan sesuatu. Aturan tersebut
dikenal sebagai hukum lima, yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, atau haram.
Aturan-aturan
tersebut dimaksudkan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidupnya,
baik yang menyangkut keselamatan agama, keselamatan diri (jiwa dan raga),
keselamatan akal, keselamatan harta benda, maupun keselamatan nasab keturunan.
Hal-hal tersebut merupakan kebutuhan pokok atau primer.
Pelaksanaan
Islam sebagai way of life secara konsisten dalam semua kegiatan
kehidupan, akan melahirkan sebuah tatanan kehidupan yang baik, sebuah tatanan
yang disebut sebagai hayatan thayyibah .(QS An-Nahl : 97).
Sebaliknya,
menolak aturan itu atau sama sekali tidak memiliki keinginan mengaplikasikannya
dalam kehidupan, akan melahirkan kekacauan dalam kehdupan sekarang, ma’isyatan
dhanka atau kehidupan yang sempit, serta kecelakaan diakhirat nanti.(QS Thaahaa
: 124 – 126).
Aturan-aturan
itu juga diperlukan untuk mengelola wasilah al-hayah atau segala sarana
dan prasarana kehidupan yang diciptakan Allah SWT untuk kepentingan hidup
manusia secara keseluruhan. Wasilah al-hayah ini dalam bentuk udara,
air, tumbuh-tumbuhan, hewan ternak, dan harta benda lainnya yang berguna dalam
kehidupan. (QS Al-Baqarah ayat 29)
Dari
keterangan diatas, islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan
kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Pemilik
mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda,
adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relativf, sebatas
untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan
ketentuan-Nya. (QS Al-Baqarah: 284)
1.
Harta
sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah
karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dalam bahasa Einstein,
manusia tidak mampu menciptakan energi yang mampu manusia lakukan adalah
mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Pencipta awal segala
energi adalah Allah SWT.
Sebagai perhiasan hidup, harta sering menyebabkan
keangkuhan, kesombongan, serta kebanggan diri. (QS Al-‘Alaq : 6 – 7).
c.
Pemilikan
harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (a’mal) atau mata
pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. Banyak
ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang mendorong umat manusia bekerja mencari
nafkah secara halal.
1.
Melupakan
kematian. (QS At-Takaatsur : 1 – 2),
2.
Melupakan
dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya ) (QS Al-Munaafiquun
; 9 ).
3.
Melupakan
shalat dan zakat. (QS an-Nuur ; 37)
4.
Memutuskan
kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja. (QS al-Hasyr : 7).
1.
kegiatan
riba (QS al-Baqarah : 275),
2.
Perjudian,
berjual beli barang yang dilarang atau haram. (QS al-Maa’idah : 90)
3.
Mencuri,
merampok, penggasaban. (QS al-Maa’idah : 38 )
4.
Curang
dalam takaran dan timbangan. (QS al-Muthaffifiin : 1 – 6)
5.
Melalui
cara-cara yang batil dan merugikan. (QS al-Baqarah : 188 ).
F. NILAI-NILAI SISTEM PEREKONOMIAN
ISLAM
Perekonomian
masyarakat luas, bukan hanya masyarakat muslim, akan menjadi baik bila menggunakan
kerangka kerja atau acuan norma-norma Islami. Banyak ayat Al-Qur’an yang
menyerukan penggunaan kerangka kerja perekonomian Islam, diantaranya surah
Al-Baqarah ayat 60 dan Al-Maa’idah ayat 87 – 88.
Islam
mendorong penganutnya untuk menikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah.
Karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, baik
materi maupun non materi.
Islam
juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi atau harta dengan
berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Islam
bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam
tatanan itu, setiap individu diikat oleh persudaraan dan kasih saying bagai
satu keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan tak diikat batas
geografis.
Keadilan
dalam Islam memiliki implikasi sebagai berikut :
a.
Keadilan Sosial
Islam menganggap umat manusia
sebagai suatu keluarga. Karenanya, semua anggota keluarga ini mempunyai derajat
yang sama di hadapan Allah. Hukum Allah tidak membedakan yang kaya dan
yang miskin, demikian juga tidak membedakan yang hitam dan yang putih. Secara
sosial, nilai yang membedakan satu dengan yang lain adalah ketakwaan, ketulusan
hati, kemampuan dan pelayanannya pada manusia.
b.
Keadilan Ekonomi
Konsep persaudaraan dan perlakuan
yang sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan dihadapan hukum harus
diimbangi oleh keadilan ekonomi. Tanpa pengimbangan tersebut, sosial kehilangan
makna. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai
dengan kontribusi masing-masing kepada masyarakat. Setiap individu pun harus
terbebaskan dari eksploiasi individu lainnya. Islam dengan tegas melarang
seorang muslim merugikan orang lain.
Peringatan akan ketidakadilan dan
eksploitasi ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak individu dalam masyarakat,
juga untuk meningkatkan kiesejahteraan umum sebagai tujuan utama Islam.
c. Keadilan Distribusi Pendapatan
Kesenjangan pendapatan dan
kekayaan alam yang ada dalam masyarakat, berlawanan dengan semangat serta
komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial ekonomi. Kesenjangan
harus diatasi dengan menggunakan cara yang ditekankan Islam. Diantaranya adalah
dengan cara-cara berikut ini.
Pertama Menghapuskan monopoli, kecuali oleh pemerintah,
untuk bidang-bidang tertentu. Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk
aktif dalam proses ekonomi, baik produksi, distribusi, sirkulasi maupun
konsumsi. Menjamin basic needs fulfillment ( pemenuhan kebutuhan dasar
hidup ) setiap anggota masyarakat. Melaksanakan amanah at-takaaful
al-ijtima’I social economic security insurance dimana yang mampu menanggung
dan membantu yang tidak mampu.
Dengan cara itu, standar
kehidupan setiap individu akan lebih terjamin. Sisi manusiawi dan kehormatan
setiap individu akan lebih terjaga sesuai dengan martabatnya yang yang telah
melekat pada manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Kedua Islam membenarkan seorang memilih kekayaan lebih
dari yang lain sepanjang kekayaan tersebut diperoleh secara benar dan yang
bersangkutan telah menunaikan kewajibannya bagi kesejahteraan masyarakat, baik
dalam bentuk zakat maupun amal kebajikan lain seperti infak dan sedekah.
Meskipun demikian, Islam sangat menganjurkan golongan yang kaya untuk tetap
tawadhu dan tidak pamer.
Jika seluruh ajaran Islam
(termasuk pelaksanaan syariah serta norma keadilan) diterapkan, kesenjangan
kekayaan serta pendapatan yang mencolok tidak akan terjadi di dalam masyarakat.
d. Kebebasan Individu dalam Konteks
Kesejahteraan Sosial
Pilar terpenting dalam keyakinan
seorang muslim adalah kepercayaan bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Ia
tidak tunduk kepada siapa pun kecuali kepada Allah (QS, ar-Ra’d : 36 dan QS
Luqman : 32).
Ini merupakan dasar bagi Piagam
Kebebasan Islam dari segala bentuk perbudakan. Menyangkut hal ini Al
Qur’an tegas menyatakan bahwa tujuan utama dari misi kenabian Muhammad
adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai yang membelenggunya.(QS Al-A’raaf
: 157).
Konsep Islam amat jelas. Manusia
dilahirkan merdeka. Karenanya, tidak ada seorang pun bahkan Negara manapun yang
berhak mencabut kemerdekaan tersebut dan membuat hidup manusia terikat. Dalam
konsep ini, setiap individu berhak menggunakan kemerdekaannya tersebut
sepanjang tetap berada dalam kerangka norma-norma islami. Dengan kata lain,
sepanjang kebebasan tersebut dapat dipertanggung jawabkan, baik secara sosial
maupun dihadapan Allah.
Kebebasan individu dalam kerangka
etika Islam diakui selama tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang
lebih besar atau sepanjang individu itu tidak melangkahi hak-hak orang lain. (http://wonkdermayu.wordpress.com)
G. PANDANGAN ISLAM TERHADAP EKONOMI PANCASILA
Ketika
berbicara tentang ekonomi Indonesia, tidak lepas dengan dasar negara Indonesia
yaitu Pancasila, karena Pancasila sebagai sumber dari segala hukum bagi bangsa
Indonesia. Oleh karena itu ekonomi bangsa Indonesia disebut sebagai Ekonomi
Pancasila, karena ekonomi Indonesia merujuk pada Pancasila sebagai dasar dalam
membuat kebijakan pemerintah termasuk kebijakan Ekonomi.
Selain
Pancasila, yang menjadi dasar bagi bangsa Indonesia adalah UUD 45. Karena pada
dasarnya UUD 45 merupakan penjabaran dari Pancasila itu sendiri. Dalam
menjalankan kegiatan ekonomi, bangsa Indonesia berpagang pada UUD 45 pasal 33
ayat 1-4.
Ekonomi Pancasila adalah ekonomi yang berlandaskan Maqasid Syariah yang
memberikan hak dan kewajiban yang sama bagi warga negara tanpa memandang
perbedaan agama dan suku bangsa. Imam Ali ketika ditanya hak ekonomi kaum
non-Muslim yang hidup dalam wilayah Islam mengatakan, “Hak kami adalah hak
mereka. Kewajiban kami adalah kewajiban mereka.”
Ekonomi Pancasila
adalah ekonomi yang menghargai dan melindungi pemilik kapital atau pemilik
tenaga dan pikiran. (Adiwarman A K,
http://blog.juwarto)
Gagasan ekonomi Islam sejalan dengan
ekonomi Pancasila juga pernah ditulis oleh Adiwarman Karim di surat kabar
harian Republika pada musim Pemilu, tanggal 1/6/2009. Adiwarman Karim
mengatakan ekonomi Pancasila
adalah ekonomi yang berlandaskan Maqasid Syariah yang memberikan hak dan kewajiban yang
sama bagi warga negara tanpa memandang perbedaan agama dan suku bangsa. Gagasan
tersebut sah-sah saja dan saya termasuk orang yang menganggumi Bung Hatta. (http://www.edosegara.com/2010)
Namun, dalam gagasan ini ada beberapa
catatan yang harus kita clearkan serta memahami maqashid syariah itu sendiri secara baik. Kalau kita telaah ekonomi Indonesia diatas,
terdapat kesamaan antara sistem perekonomian Indonesia dengan sestem
perekonomian Islam yang intinya semua kegiatan ekonomi adalah untuk kemakmuran
rakyat. Kalau kita pahami dalam pasal 33 ayat 4, yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional”.
kata demokrasi ekonomi inilah yang masih belum sesuai dengan Islam,
karena Islam itu tidak mengenal istilah demokrasi yang berarti suara
rakyat adalah suara Tuhan. Sedangkan Islam mengajarkan musyawarah dalam
suatu urusan dengan orang lain atau kelompok. Berikut ayat-ayat al Qur’an
tentang musyawarah:
Apabila keduanya (suami istri) ingin
menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar
kerelaan dan permusyawarahan antar
mereka, maka tidak ada dosa atas keduanya.
(QS
Al-Baqarah(2):233)
Maka disebabkan rahmat dari Allahlah, engkau
bersikap lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau
bersikap kasar dan berhati keras, niscaya mereka
akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu, maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan (tertentu). Kemudian
apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakal kepada-Nya.(QS Ali 'Imran(3):159)
Orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan mereka, melaksanakan shalat (dengan sempurna),
serta urusan mereka diputuskan dengan musyawarah
antar mereka, dan mereka menafkahkan
sebagian rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka. (QSAs-Syura: 38)
Dari ketiga ayat di atas, bahwa Islam menganjurkan
bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu urusan, bukan berdemokrasi yang berarti
satu orang satu suara yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, karena pada
dasarnya manusia itu berbeda dalam hal pemahaman suatu masalah dan pengetahuan
maupun dalam keilmuan, namun tetap sama disisi Allah SWT. Dengan demokrasi ini
dikhawatirkan akan melahirkan konsep-konsep/Undang-Undang yang tidak sejalan
dengan prinsip-prinsip ekonomi pancasila dan ekonomi Islam karena segala
sesuatu akan diputuskan berdasarkan suara terbanyak yang belum tentu mayoritas
itu benar dan berkualitas baik dari segi keilmuan, pengetahuan, maupun keimanan
dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Firman Allah:
“Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat”. (QS Al-Mujaadilah: 11)
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS, Al Hujaraat: 13)
Selain hal tersebut yang harus diperhatikan dalam ekonomi
pancasila adalah dalam hal penerapan dari konsep tersebut terutama dalam hal
prinsip keadilan yang sering kali keluar dari konsep ekonomi pancasila dan
ekonomi Islam, mengingat dalam ekonomi Pancasila tidak termuat
larangan-larangan seperti dala Islam, dimana manusia diberi kebebasan dalam
bermuamalah namun tidak diperkenankan melakukan hal-hal yang dilarang oleh
agama, seperti dalam kaedah ushul fiqh, “asal dari muamalah itu boleh
kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.
H. KESIMPULAN
Dengan demikian maka
sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme),
Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal eksploitasi); Persatuan Indonesia(berlakunya
kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi
dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat); serta
Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama ± bukan
kemakmuran pribadi). Dari butir-butir tersebut, keadilan menjadi
sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia yang dijelaskan dalam UUD 45
yaitu pasal 33ayat 1-5
Dalam sistem ekonomi pancasila, perekonomian
liberal maupun komando harus dijauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan
kaum yang lemah serta mematikan kreatifitas yang potensial. Persaingan usaha
pun harus selalu terus-menerus diawasi pemerintah agar tidak merugikan
pihak-pihak yang berkaitan.
System ekonomi Pancasila selaras dengan sestem
ekonomi Islam namun masih ada hal-hal yang perlu dikaji lebih dalam, terutama
dalam pelaksanaannya karena kelemahannya terletak pada demokrasi, dimana
keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak, karena dalam islam dikenal
dengan musyawarah yang berarti suara mayoritas belum tentu baik.
REFERENSI
adiwarman a karim, dalam,
http://blog.juwarto.web.id/ekonomi-pancasila
Undang-Undang Dasar 1945
Tidak ada komentar:
Posting Komentar